ABSTRAK
ERIANTO, 2014. Ritus Batipa Dan Kaitannya Dengan Ibadat Kematian Dalam Gereja Katolik Di Stasi Kahingai. Jurusan Kateketik Pastoral. Sekolah Tinggi Pastoral “Tahasak Danum Pambelum” Keuskupan Palangka Raya. Pembimbing I : P. Fransiskus Janu Hamu, SS. MSc. Ed. Pr. Pembimbing II : Pak Silvester Adinuhgra SS. M. Hum.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melihat ada banyak permasalahan di kalangan umat stasi Santo Yohanes Kahingai. Permasalahan tersebut berkaitan dengan kesalah pahaman dalam pelaksanaan pemakaman umat Katolik yang masih berkebudayaan Khaharingan Suku Dayak Tomun. Indikasi dari kesalah pahaman tersebut bermula pada sebuah pengalaman penulis 13 Tahun yang lalu. Sewaktu masih kecil ayahnda telah dipanggil Tuhan. Sebenarnya beliau merupakan salah satu umat Katolik di Kahingai, namun dalam pemakaman dilaksanakan sepenuhnya menurut ritual batipa dalam kebudayaan Kharingan. Penulis dan beberapa keluarga yang Katolik merasa kecewa melihat peristiwa tersebut, namun apalah daya penulis hanyalah seorang anak kecil. Kecenderungan tersebut tidak hanya satu kali terjadi melainkan berkali-kali. Jika tanpa penegasan dari Gereja maka menimbulkan pahamyang bersifat bidaah. Dimana terjadi pandangan dulisme tentang Tuhan. Identitas umat menjadi tidak jelas, menjadi Katolik tapi disaat meninggal selalu di makamkan secara Khaharingan.
Dalam menganalisis masalah dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Tehnik yang di gunakan adalah triangulasi, yang menggabungkan Triangulasi diartikan sebagai pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang diperoleh oleh peneliti. Dengan demikian, teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah merujuk pada analisis data setelah kembali dari lapangan penelitian, yaitu dari data observasi dan wawancara yang kemudian akan diolah untuk mendapatkan data yang akurat dan bermakna.
Tujuan utama dari peneliitian ini adalah untuk melihat sejauh mana permasalahan yang di hadapi umat dalam praktek pelaksanaan ibadat kematian. Kemudian untuk menyesuaikan pandangan dari kedua ajaran terkait, seperti ajaran katolik maupun ritual batipa dalam kematian umat Katolik. Selain itu agar penelitian ini dapat memberi gamabaran situasi yang
di hadai umat agar para pekerja pastoral dapat mendesain kembali ,metode dan strategi berastoral yang baru.
Melalui penulisan skrisi ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk berpikir menganalisa dan mencari solusi yang terbaik dalam berpastoral. Sesuai ajaran Gereja bahwa Gereja sangat terbuka dengan budaya lokal untuk menunjang pelaksanaan praktek pastoral di umat. Segala usaha telah dilakukan dan buah dari penelitian tersebut menghasilkan suatu temuan keisnambungan teori antara nilai ritual batipa dan ibadat kematian secara Katolik. Berdasarlkan iformasi kesamaan tersebut berkaitan dengan pandangan tentang Tuhan, percaya pada suatu kekuatan diluar kemampuan manusia, dan simbol-simbol yang teikandung didalamnya bertolak dari kesamaan paham tersebit tentu bukanlah hal yang buruk, maka pihak Gereja mengusahakan model baru dalam ibadat kematian yaitu melalui ibadat Inkulturasi budaya Tomun. Pihak Gereja hendaknya mengusahakan komunikasi secara lebih intens dan eksklusif. Tugas Gereja Tidak hanya mengkomuikasikan dan mensoisialisasikan paham tersebut kepada kalangan umat Katolik saja, melainkan juga kepada seluruh masyarakat Suku Dayak Tomun. Bisa saja di buat dalam bentuk seminar terbuka dengan tujuan dialog iman. Imlikasi dari tulisan ini, para calon Katekis selalau berusaha untuk memberi keseimbangan antara ilmu yang di pelajari dengan situasi yang dialami di lapangan, tempat bertugas. Dengan penelitian ini dapat memberi pemahaman yang mendalam kepada semua umat baik Katolik maupun yang berkepercayaan Khaharingan secara khusus di stasi Santo Yohanes Kahingai.